Minggu, 16 September 2018

Wahai Sahabatku


Wahai Sahabatku…

Hari ini adalah hari peringatan kematian Ayah Mira yang ke satu tahun. Hingga saat ini Mira masih kehilangan sosok seorang ayah yang sangat Ia cintai selama hidupnya selain bundanya sendiri. Dia merasa sendiri di dunia ini karena, ibunda Mira sudah terlebih dahulu meninggalkan Ia dan ayahnya sejak Ia berusia 13 tahun.

Untuk memperingati hari ke 100 kepergian ayahnya. Acara pengajiannya dilakukan sehabis shalat isya, Ia menyiapkan segala sesuatunya dibantu oleh sanak saudaranya, “Untunglah aku masih memiliki keluarga yang dapat membantuku.”, Eluh Mirna.


“Non Mira, Pak Ustadznya udah datang.” Panggil Mbok Tati. “Iya Mbok suruh masuk saja dulu.”.

“Assalamualaikum Pak Ustadz, terima kasih sudah mau menyempatkan diri untuk datang. Saya tau bapak seorang yang sibuk.” Ucap Mira seraya tersenyum simpul. “Waalaikumsalam, saya senang hati untuk membantuk ko, karena saya cukup dekat dengan ayah kamu.”. Kedatangan Pak Ustadz disusul dengan kedatangan tamu yang lainnya dan pengajian pun dimulai.

Seusai pengajian, Mira dihampiri oleh seorang lelaki yang tampak familier menurutnya. “Maaf kamu siapa ya?” “Segitu lamanya ya aku pergi sampe kamu lupa sama aku?”, Mira mengernitkan dahi sembari mengingat siapa sosok yang ada di hadapannya itu. “Ohhh yayaya aku ingat kamu siapa!” “Hehe akhirnya dia ingat juga.” Yoga tersenyum sembari memperlihatkan barisan giginya yang putih.

Yoga adalah sahabat Mira semenjak Ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Yoga pindah ke luar kota saat mereka duduk di kelas 3 SD, karena mengikuti ayahnya yang juga berpindah tugas ke daerah sana. Selama ini mereka lost contact karena Yoga juga masih kecil dan belum mengerti apa-apa, hanya gelang kenang-kenangan dari Mira yang masih tersimpan dan menempel di pergelangan tangannya.

“Masih ada ternyata gelangnya ya, kupikir akan kamu buang.” Mira tersenyum simpul. Mendengar ucapan Mira Yoga langsung menjawab “Ya masihlah, ini kan satu-satunya kenang-kenangan dari kamu buat aku, pasti bakalan aku simpen dong.”. Mira hanya meng-oh kan saja jawaban Yoga. Keadaan pun menjadi hening sesaat karena mereka sudah lama sekali tidak bertemu dan merasakan kecanggungan ketika harus saling menyapa lagi seperti sekarang ini.

“Mira..” Yoga berkata lirih, “Hmm..” dengan alis terangkat ke atas menunggu perkataan Yoga selanjutnya. “Aku kangen banget sama kamuu, selama ini aku selalu mencari kontak kamu untuk kuhubungi, tetapi sulit sekali aku menemukannya. Dan akhirnya papaku dipindah tugaskan lagi ke Jakarta, Aku kesenengan bukan main mengingat kalau aku akan bertemu lagi sama kamu.”, “Kamu kira selama ini aku ga nyariin kamu?” Ungkap Mira sambil memasang wajah sok cemberut, kemudian Ia melanjutkan perkataannya “Aku juga sama, aku mencari-cari kamu, aku berusaha mencari kontak kamu tapi hasilnya nihil. Aku sangat butuh teman curhat saat aku kehilangan ayahku, aku gatau lagi harus curhat ke siapa.”

Mendengar perkataan Mira tadi mebuat jantung Yoga merasakan deg-degan, “Ternyata dia juga merindukanku.” Desah Yoga dalam hati. “Maafkan aku Mira, saat dulu aku pindah ke luar kota, perpisahan kita hanya singkat saja. Dan sekarang aku telah kembali di sampingmu, aku akan menjadi teman curhatmu yang paliiiing setia. Kamu bebas kapanpun kamu mau curhat sama aku, aku akan selalu meluangkan waktuku untuk mendengarkan curhatmu.” Yoga tersenyum sambil mencolek hidung Mira. Mira tersenyum mendengar perkataan Yoga tadi, “Bener ya? Kamu janji kan ga akan pergi lagi? Ga akan ninggalin aku lagi? Aku butuh seseorang di sisiku dan orangnya itu kamu.”. Kontan mendengar perkataan Mira Yoga langsung memeluk dengan erat sahabat kecilnya itu.

Ketika hendak berangkat ke kampus, Mira tersentak kaget akibat bunyi klakson mobil yang berada di depan rumahnya, “Mobil siapa sih ya? Pagi-pagi berisik banget.”. Mira pun keluiar rumah melihat siapa yang membunyikan klakson mobil itu.

Mira ternganga melihat siapa yang datang. “Yoga!” “Hai Mak Erot, aku datang untuk jemput kamu. Kamu mau berangkat ngampus kan? Kebetulan aku juga melanjutkan kuliahku di kampus yang sama denganmu. Jadi kita bisa ketemu tiap hari deh.” Mira memasang muka bête karena panggilan kecilnya Mak Erot muncul lagi. “Jangan gitu dong mukanya, yuk ah jalan nanti telat.” Mira menghampiri Yoga kemudian mereka berangkat ke kampus.

“Ga, nanti pulang ngampus kita nonton yuk, atau makan di mana gitu. Aku bosan di rumah.”, “Hmmm boleh, mau nonton di mana?”, “Di MOI aja, jadi ga terlalu jauh kita pulangnya.”, “Baiklah tuan putri, nanti kutunggu depan fakultasmu ya, kabari aku kalau kamu sudah selesai matkulnya.”, “Oke.” Sambil membulatkan jempol tangan kanannya.

“Ayo kita jalan sekarang.”, “Siaaap, Yoga Mahenra siap mengantar Miranda Putri Clarisa.” “Ohya, gimana kuliahmu tadi Ra?” “Hmmm, fine fine aja kok. Kamu gimana? Udah nemu gebetan baru belum?” seraya mengerlingkan matanya ke Yoga, kemduaian Yoga membalasnya dengan menarik hidung Mira. “Aku ga kepikiran buat nyari gebetan Ra, masih ingin sendiri dulu.” “Ohh iya iya oke dehh kalo gitu.”

Sesampainya di bioskop mereka langsung membeli tiket, dan membeli dua buah popcorn untuk disantap saat filmnya di putar. Filmnya akan segera dimulai kemudian mereka langsung memasuki teater 3. Genre film yang mereka tonton kali ini adalah Romance sesuai keinginan Mira. Saat menonton film tangan Mira tak berhenti merangkul lengan Yoga dan bersandar di bahunya.

“Kenapa jalan ceritanya bikin baper sih, hampir mirip sama kisah gue.” Keluh Yoga dalam hati. Yoga memperhatikan Mira yang sedang asyik menonton layar besar yang ada di hadapannya. Saat filmnya mencapai klimaks Mira menangis menonton film itu. “Duh duh duhh kebawa perasaan amat sih sampai nangis gitu.” Yoga berbicara sembari menyeka air mata Mira yang jatuh membasahi pipinya. “Andai kamu tahu perasaanku Mir.” Keluh Yoga dalam hatinya.

Setiap hari Yoga mengantar jemput sahabat kecilnya yang diam-diam juga Ia sayangi itu. Mereka sering berjalan bersama dan terlihat mesra sehingga orang yang melihat mereka pasti mereka adalah sepasang kekasih. Pernah satu kali teman Mira bertanya saat mereka berpapasan, “Mir, lu ko udh punya cowo gabilang bilang sih? Kenalin kaliii..” “Yee pacar apanya, kenalin ini Yoga sahabat gue dari kecil yang paliiiiiiiing gue sayang.” Sembari merangkul lengan Yoga seperti kebiasaannya. Mira menganggap lengan Yoga adalah tempat ternyaman untuk Ia sandarkan. Yoga langsung bersalaman dengan Sinta teman Mira. “Ohh yakin nih cuma sahabat doang?” “Yakin lah, malah gue udah anggap dia seperti kakak kandung gue sendiri.” Yoga hanya tersenyum getir mendengar perkataan Mira.

Di perjalanan pulang Mira menceritakan kalau Ia sedang didekati oleh seorang cowok yang satu fakultas dengannya. “Ga, aku mau cerita deh.” “Cerita apa?” “Jadi gini, belakangan ini aku sedang didekati oleh cowok yang satu fakultas denganku.” “Hmm.. Terus? Kamu suka juga sama dia?” “Hmm.. anaknya asik sih diajak ngbrolnya nyambung gitu, dia keren juga dan salah satu cowok yang diincar oleh cewek-cewek di fakultasku. Aku rasa aku tertarik sama dia.” “Ohh gitu.” Yoga menjawab dengan nada yang datar sembari merasakan sakit yang menusuk-nusuk hatinya itu.

Esok paginya ketika Yoga sampai di rumah Mira, Yoga kaget melihat ada seorang cowok yang menunggu di teras depan rumah Mira. “Dia siapa ya?” Yoga berkata dalam hatinya. Tanpa pikir panjang Ia langsung turun dari mobilnya dan memasuki rumah Mira. Mira keluar dari rumah dan langsung menghampiri Yoga, “Ga, kenalin ini Dika yang aku certain waktu itu.” Mereka pun berkenalan. “Oh iya, pagi ini kamu gausah mengantarku ke kampus, aku hari ini bareng sama Dika. Jadi kamu duluan aja ya. Hati-hati di jalannya.” “Ohh gitu oke baiklah.”

Yoga tertegun mengingat kejadian tadi, Ia merasakan sakit kembali menusuk hatinya. “Kenapa kamu melakukan ini Mira? Apa selama ini kamu ga sadar kalau aku memiliki perasaan terhadapmu? Butakah mata hatimu Mira?” Yoga merasakan sesak di dadanya sambil memukul-mukul kemudinya. “Dasar Yoga bodoh!! Kenapa ga sejak awal kamu katakana kalo kamu menyayangi Mira?” Perasaan yang sudah Ia pendam sehak bertahun-tahun lamanya.

 Ketika jam pulang kuliah seperti biasa Yoga menunggu di depan fakultas Mira, Ia termenung melihat Mira berjalan beriringan dengan Dika. Cowo yang tadi pagi bertemu dengannya di rumah Mira. “Ternyata Ia sudah semakin dekat, bahkan Mira ga sadar kalo aku sudah menunggunya dari tadi di sini. Mira benar-benar jatuh cinta dengan Dika.” Batinnya meringis.

Akhirnya setiap hari Ia tidak pernah mengantar jemput Mira seperti yang setiap hari Ia lakukan. Mira sudah berpacaran dengan Dika, dan Ia tidak berani mengganggu hubungan orang yang Ia sayangi itu. Mira juga sudah jarang sekali menghubungi Yoga, bahkan bertemu di kampus pun hanya sesekali saja dan itu pun Mira sedang bersama dengan Dika. Yoga hanya bersikap seolah-olah Ia tidak pernah melihat kejadian itu. Mengingat hal itu hanya membuat perasaannya semakin sakit.

Saat malam hari ketika Ia sedang asyik memetik gitar kesayangannya, handphonenya berdering muncul nama “Mira”. “Kenapa ya dia telfon? Tumben banget.” Batin Yoga. “Halo ra, tumben telfon. Ada apa?” “Yogaaaaa…” Mira terisak diujung teleponnya. “Kenapa ra? Ko kamu nangis? Coba ceritakan sama aku.” “Terlalu panjang kalo aku ceritakan di telfon ga, kamu bisa ke rumahku saja ga?” “Ohh oke aku ke sana sekarang.”

Yoga mengetuk pintu rumah Mira, yang membukakan pintunya adalah Mbok Tati. “Eh den Yoga, masuk aja Den. Non Miranya lagi di kamar.” Yoga menganggukkan kepalanya mengiyakan perkataan Mbok Tati wanita paruh baya yang sudah bekerja dengan Mira sejak Mira masih kecil.

Yoga mengetuk pintu kamar Mira dan membuka handle pintunya. “Ra..” Melihat kedatangan Yoga kemudian Mira langsung berlari memeluk Yoga sambil menangis terisak. “Ra? Kamu kenapa sih? Ayo kita duduk coba kamu ceritakan pelan-pelan ya.” Yoga memeluk Mira dengan hangat sembari merapihkan rambut Mira yang menutupi dahinya.

“Ga, Dika selingkuh.” Tangisan Mira kembali meledak, Yoga berusaha menenangkan Mira, digosoknya punggung Mira untuk membuat Mira merasa tenang. “Kamu yakin Dika itu selingkuh? Kamu melihatnya langsung atau hanya kabar burung?” “Aku melihatnya sendiri tadi. Pas aku ke Gramed untuk cari buku, Dika merangkul cewe itu gaaa..” “Mungkin itu temannya atau saudaranya kali, kamu sudah coba tanyakan ke dianya?” Mira hanya menggeleng. “Yaudah yaudah sabar jangan nangis terus, aku ga tega melihat kamu menangis seperti ini.”

Yoga kepikiran perkataan Mira semalam, Ia penasaran apa benar Dika itu selingkuh seperti yang dikatakan Mira? Kalau benar, Yoga tidak akan segan-segan member bogem mentah kepada si bajingan itu. “Gue harus cari tau kebenarannya. Gue ga tega ngeliat Mira sedih kaya gitu.”
Pagi-pagi sekali Yoga sudah menjemput Mira, Mira bilang Ia sengaja melakukan itu agar tidak bertemu dengan Dika. “Gimana keadaan kamu ra? Membaik?” “Hmm.. ya aku agak membaik, berkat kamu.” Mira tersenyum manis kepada Yoga. Melihat senyum Mira, membuat Yoga seperti melihat dunianya yang selama ini sudah lama menghilang, pergi dengan yang lain.

Yoga memulai pembicaraan “Gimana sudah kamu tanyakan mengenai kebenaran apa yang kamu lihat tentang Dika?” “Aku ga tertarik untuk mencari tahu soal itu, toh Dika sudah tidak menghubungi aku lagi belakangan ini.” “Are you okay?” “No, I’m not okay. Just tired.” Dengan wajah yang agak sayu akibat sering galau mungkin. “Akhirnya cowok itu mendengarkan apa kataku.” Yoga mendesah lega.

“Jadi benar kamu selingkuh dari Mira?” Bogem mentah Yoga tepat sasaran mengenai wajah Dika yang saat itu sedang diawasi oleh Yoga, dan Yoga melihat Dika bersama cewek lain sambil merangkulnya. “Apaan sih lo!! Lo tuh Yoga kan? Yang waktu itu kita ketemu pas gue jemput Mira?” “Ya! Gue Yoga! Jadi gini kelakuan lo di belakang Mira?” “Well ya, gue udah mulai jengah dengan hubungan gue sama Mira. Dia cewek yang membosankan buat gue. Jadi gue mengakhiri dengan sepihak hubungan gue sama dia.” Dika menyeringai sinis. Satu pukulan lagi mengenai wajah Dika. “Gue peringatin ya sama lo, awas kalo sampe lo berani dekatin Mira lagi. Bakal habis lo di tangan gue!! Brengsek!” “Oke tenang aja gue gabakal dekatin dia lagi.”

“Nanti aku tunggu kaya biasa ya ra sepulang kamu ngampus.” “Iya oke ga.” Yoga memandang punggung Mira yang sudah semakin menjauh. “Aku akan membahagiakan kamu ra, aku ga akan menyakiti hati kamu.” Ucap Yoga dalam hati. “Secepatnya akan aku katakan kalo aku menyayangimu melebihi seorang sahabat.”

“Yogaaaaaaa!!!!!” Mira berlari kemudian langsung merangkul lengan Yoga seperti kebiasaannya yang dulu. “Wih kayanya wajahnya seneng banget nih, ada apa sih?” “Engga kok, aku hanya sudah melupakan kisahku dengan Dika. Dika udah ke laut, udah basi! Hahaha” Mira tertawa lepas. 
“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.” Yoga tersenyum puas. “Kita makan ice cream yuk, aku lagi kepengen nih.” “Ayo aja, aku siap mengantar kamu ke mana saja Mak Erot.” Sambil menjulurkan lidahnya ke Mira dengan maksud meledek. “Ih kan mulai deh rese! Yuk ah jalan sekarang, udah panas nih.” “Iya ayo.” “Silakan masuk Tuan Putri yang cantiik..” sembari membukakan pintu mobilnya untuk Mira. Mira menjawab sambil tertawa “Terima Kasih Pangeran Kodok.”

“Kamu mau pesen yang mana?” “Hmmm aku yang rasa cokelat aja deh. Topingnya kaya biasa ya.” “Oreo sama cornflake kan?” “Yap betul sekali. Yaudah aku cari tempat duluan ya.” “Oke deh bentar lagi juga bayar nih.”

“Oh ya kamu belum pernah cerita deh sama aku. Selama ini kamu di Malang sudah berhasil ngencani berapa cewek?” Mira terpekik geli. “Ga ada yang bikin aku tertarik ra.” “Ah masa sih? Ga ada yang cantik gitu? Wah atau jangan-jangan kamu ga normal ya? Ih sereeem..” “Heh! Kalo ngmong sembarangan aja. Aku masih menyimpan perasaanku untuk seseorang.” “Oh ya? Siapa? Ih kamu jahat ga pernah cerita sama aku.” Mira menatap Yoga dengan penasaran. “Udah ah aku gamau bahas ini. Lagian dianya juga gatau kalo aku menyimpan perasaan sama dia, aku takut kalo dia tau malah jadi membuat aku dan dia menjauh.”

“Apa jangan-jangan Yoga suka sama aku lagi ya? Ah kepedean banget sih lo Mir.” Batin Mira. Tanpa sadar Ia jadi memikirkan betapa lucunya kalau sampai cewek yang dimaksud Yoga adalah dirinya sendiri. “Gue udah tau dia dari kecil, sedikit banyak gue udah tau sifat baik dan buruknya dia. Tapi kalo dipikir-pikir Yoga yang sekarang kece juga sih. Kalo dulu kan dia cupu temennya juga gue doang. Mana mau diajak ke mall, kalo sekarang stylenya udah oke punya.” Mira geli sendiri mengingat hal itu.

Yoga sedari tadi gelisah, tidak tau apa yang ingin dia lakukan. Pikirannya sedari tadi tertuju pada Mira, perasaannya bukan berkurang tetapi malah bertambah seiring berjalannya waktu. “Gue harus apa ya sekarang? Apa gue harus ungkapkan perasaan gue sama dia ya?” Yoga bingung memikirkan hal itu. Hatinya jadi bimbang tak menentu.

Tak terasa mereka sudah memasuki semester akhir di masa perkuliahan mereka. “Yogaaaa aku tinggal bab III doong. Yeee bentar lagi aku sidaaang.” “Alhamdulillah akhirnya udah bab III. Aku baru aja menyelesaikan skripsiku, aku dijadwalkan sidang 2 minggu lagi.” “Waaah senengnya, selamat yaa.” Mira tersenyum bahagia. “Kutunggu kamu sidang juga ya setelah aku hehe.” “Siap pak boss! Tenang aja aku bakal secepatnya.” Sambil mengacungkan jempol tangannya.

“Gaaaa aku lulus sidaaang!!!!” Mira berlari menuju Yoga sambil tangannya melebar bermaksud untuk memeluk sang sahabat kecilnya. “Aduuuh senengnya yang baru selesai sidang. Selamat ya cantik.” Yoga memberikan senyum manisnya kepada wanita yang selama ini ia kasihi dalam diam. “Pokoknya kita harus rayakan ini yaa. Nanti malam kamu jemput aku yaa kita jalan.” “Okee deh siap kalo gitu, aku harus siapin baju yang keren nih buat jalan sama cewek cantik malam nanti hehe.” “Wuuu gombal.” Kemudian mereka berjalan ke arah parkiran untuk pulang.

Setelah mengantar Mira sampai di rumah dengan selamat, Yoga tidak langsung pulang ke rumah dia pergi ke mall berniat mencari hadiah untuk Mira. “Aku kasih dia apa ya? Kalo aku kasih cincin kesannya aku mau ngelamar dia. Kalo ngelamar baru deh.” Yoga tak hentinya bingung memikirkan apa yang harus Ia berikan kepada Mira sebagai hadiah. Tanpa sadar Ia memikirkan satu barang yang menurutnya bagus dijadikan sebagai hadiah. Dia langsung memacu mobilnya lebih cepat tidak sabar untuk membelikan hadiah tersebut.

Mata Yoga sedari tadi mengitari toko perhiasan di mall yang ada di kawasan Kelapa Gading. Akhirnya apa yang Ia cari suadah ketemu. “Mbak tolong ambilkan yang itu, saya mau lihat.” Pinta Yoga kepada penjaga toko perhiasan itu menunjuk kalung berliontin lumba-lumba yang sangat cantik. “Saya ambil yang itu mbak.” “Baiklah, saya persiapkan dulu mas.”

Malam harinya Yoga sudah sampai di depan rumah Mira, malam ini penampilannya sangat tampan berbalut jeans dan kemeja serta sepatu converse berwarna biru dongker, tak lupa rambutnya Ia berikan sentuhan pomade seperti yang sedang trend sekarang ini. Kalung lumba-lumba yang tadi siang Ia beli juga tak lupa Ia masukkan di saku jeansnya.

Mira keluar rumah dan Yoga langsung menganga melihat cewek yang ada di hadapannya sekarang ini. “Ih kamu kenapa melongo gitu sih? Ada yang salah ya dengan bajuku?” “Ah engga kok, ga salah sama sekali malah. Aku cuma terkesima aja melihat kamu sekarang, aku ga nyangka melihat bidadari jatuh dari kahyangan hehe..” “Ih gombal aja deh ah.” Mira tersipu malu akibat perkataan Yoga yang mampu membuat jantungnya berdetak kencang. “Aku ga bohong kok, aku tulus bilang ini. Kamu cantik banget Mir.”

Mira yang berbalut mini dress berwarna salmon yang panjangnya sebatas lutut serta sepatu converse berwarna abu-abu yang senada dengan clutchnya serta rambut yang dibuat ikal membuat Mira tampak benar-benar bersinar malam ini.

“Silakan turun tuan putri, aku sudah booking supaya kita bisa makan di sini. Maklum tempat ini ga bisa sembarangan kita datang.” “Tempatnya cozy banget ga, suasananya juga romantic banget. Kamu jago milih tempatnya. “Ayo duduk di sana.” Yoga menggiring Mira ke arah bangku kosong di sudut atap restaurant tersebut.” Yoga memang sengaja memilih rooftop restaurant agar rencananya berjalan lancer dengan latar belakang yang mendukung.

Selesai mereka makan Yoga berkata “Mira, aku ingin bicarakan sesuatu sama kamu.” “Oh iya kenapa ga?” Kemudian Yoga langsung mengeluarkan kotak beludru berwarna biru dari saku jeansnya. “Ini apa ga?” Mira terkejut melihat kotak biru di depannya sembari menutup mulut dengan kedua tangannya. “Mir, aku mau ngomong jujur sama kamu. Aku sudah jatuh cinta sama kamu sejak kita kecil dulu. Aku dulu menganggapnya hanya cinta monyet yang dapat hilang dengan mudah. Tapi aku rasa aku salah, justru bukannya hilang kamu malah semakin lama makin yakin kalo aku sayang sama kamu.”

Yoga diam sejenak untuk melanjutkan perkataannya, Mira terharu mendengar ucapan Yoga dan tanpa sadar Ia meneteskan air mata. Kemudian Yoga membuka kotak beludru yang ada di tangannya. “Kamu suka?” “Yogaa, aku gatau harus ngomong apa. Tapi kalung ini beneran cantik banget, aku suka.” “Kam tau alasan aku memilih lumba-lumba?” Mira menggeleng. “Aku cuma mau kamu anggap aku kaya lumba-lumba ini. Lumba lumba itu gabisa hidup kalo yang satunya mati atau menghilang. Sama kaya aku, aku gabisa hidup tanpa kamu. Kamu sudah menempati 99% ruang kosong di hati aku. Aku ga ingin kamu menjadi pacarku, karena kalau pacar pasti bisa putus kapan saja. Tapi aku mau kamu menjadi pasangan hidupku untuk waktu yang sangaaat lama. Aku ga akan melamar kamu sekarang, aku cuma mau kamu tau isi hatiku.”

Mira bingung harus berkata apa, jujur Ia sangat bahagia mendengar perkataan Yoga yang mampu membuat dirinya seperti terbang ke angkasa. “Aku ga akan meminta kamu membalas perasaanku, aku hanya ingin mengatakan apa yang sudah aku pendam sejak bertahun-tahun lamanya. Suatu saat aku akan berkata lagi “Will you marry me?” tapi itu nanti saat semuanya sudah benar-benar siap.” “Terima kasih Yoga, aku sangat tersanjung dengan semua ini. Mendengar perkataan kamu tadi menyadarkan aku kalau aku juga merasakan hal yang sama.” Mira menangis tersedu karena saking bahagianya. Yoga mengampiri Mira dan memeluk gadis yang sangat Ia sayangi sepenuh hati dan mencium puncak kepalanya “Jangan nangis dong, nanti dikira aku habis ngapa-ngapain kamu loh hehe”, Mira langsung memukul lengan Yoga dan balik memeluk pria yang juga Ia sayangi. Yoga hanya mendesah lega karena semua yang Ia rencanakan sangat berhasil, tanpa sadar Ia tersenyum lebar dan otomatis memperlihatkan barisan gigi putihnya.

“Aku pakein ya kalungnya? Mau ga?” “Iya mau dong, pakein ya hehe” Yoga mengambil kalung liontin lumba-lumba dan memasangkan ke leher Mira. “Waaah kalungnya benar-benar cantik. Kamu pinter banget milihnya.” “Iya secantik yang pakai.” Mira hanya tersenyum dan kembal melirik kalung lumba-lumba yang sudah ada di lehernya. “Terima kasih ya atas kejujuran kamu, aku bahagia banget malam ini.” “Sama-sama sayang, kamu bahagia aku jauh lebih bahagia.” Kemudian mereka melewati malam itu sebagai dua orang yang saling mengasihi tetapi bukan dalam status berpacaran.
1 bulan setelah mereka wisuda, mereka sudah bekerja. Mira bekerja sebagai Manager Akunting di salah satu perusahaan di kawasan Sudirman dan Yoga bekerja sebagai Direktur Utama di perusahaan keluarganya melanjutkan usaha keluarga katanya. “Aku jemput kamu nanti ya sayang, pulang jam berapa?” “Hmmm paling jam 5an juga kelar.” “Oke deh aku jemput nanti ya. Yoga Mahenra sudah rindu berat nih sama cewek cantik ini.” “Wuuu gombal terus, tadi pagi juga baru ketemu.” “Hehehehe.” Yoga hanya menyeringa gelid an kemudian menutup teleponnya.

Ulang tahun Mira yang ke 25 tahun tinggal seminggu lagi. Yoga sudah mempersiapkan hadiah special untuk Mira. Mira belum tau kalau Yoga sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk ulang tahunnya. Yoga sudah membooking salah satu café di kawasan Kemang untuk merayakan ulang tahun Mira berdua saja. Dan yoga juga sudah memesan kue yang menunjukkan seorang Mira.
Hari ulang tahun Mira pun tiba. Yoga sudah sampai di depan rumah Mira. Yoga menghampiri Mira dan kemudian menutup mata Mira dengan sehelai kain bewarna merah. “Aduh kamu kaya anak ABG aja segala tutup-tutup mata.” Yoga hanya diam sembari membopong Mira menuju mobilnya. “Nanti juga kamu tau kok.”

Sesampainya di tempat tujuan segala sesuatunya sudah dipersiapkan secara detail. Yoga membuka kain yang menutupi mata Mira. “Ya ampun, kamu ini bener-bener ya bikin aku kaget terus. Kamu siapin semua ini dari kapan?” “Ada deh.” Jawab Yoga sambil tersenyum. Kue ulang tahun sudah di depan mata dengan lilin yang sudah menyala. “Kuenya lucu banget sih, mentang-mentang aku Manager Akunting kuenya segala ada kalkulatornya gini hahaha.” “Yaudah sekarang make a wish dulu.” Mira mengangkat kedua tangannya membuat permohonan dengan kedua mata tertutup dan semua lilin sudah mati tertiup. “Oh iya, hadiahnya belum ya.” “Hah? Masih ada hadiah juga?” Yoga hanya mengerlingkan sebelah matanya kepada Mira. Mira hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja keheranan dengan semua yang Yoga lakukan.

Tiba-tiba seluruh lampu café mati dan kembali menyala dengan keadaan redup. Kemudian lampu-lampu yang berasa di dinding menyala membentuk tulisan “WILL YOU MARRY ME?” Mira sontak kaget melihat hal itu. Ia meneteskan air mata bahagianya. Kemudian Yoga menghampiri Mira dan berjongkok di hadapan Mira sambil membuka kotak beludru berwarna merah yang berisi cincin bermata berlian yang berkilau. “Kamu ingat kan aku pernah bilang kalau suatu saat aku akan menanyakan hal ini? Dan sekarang saatnya. Mira, Will you marry me?” Mira hanya tersenyum bahagia dan berkata “Yes, I will.” Yoga mendesah lega kemudian mencium punggung tangan Mira setelah itu Yoga bangkit berdiri dan mencium kening Mira seraya berkata “Terima kasih sayang, kamu sudah membuat hidupku bersinar sama seperti cincin itu.” Tak ada kata yang dapat Mira ungkapkan selain menangis bahagia. Akhirnya dua sahabat kecil sekarang menjadi sahabat hidup untuk selamanya.